Trisari Mujiestari (15286)
Judul
Jurnal : Hubungan Kapasitas Penyuluh dengan Kepuasan Petani dalam Kegiatan
Penyuluhan
Jurnal
: Jurnal Penyuluhan
Volume : Vol. 14 No. 2
Tahun
: September 2018
Penulis : L. Indah, Sumardjo, Dwi . S.,
Prabowo. T
Peresume : Trisari Mujilestari (15286)
Tanggal : 17 Oktober 2018
Latar
Belakang
Kondisi
penyuluh yang termarginalkan sudah terlihat sejak awal era reformasi, penyuluh
cenderung terabaikan. Pada era tersebut penyuluhan pertanian mengalami
disorganisasi dan terpuruk sampai pada titik terendah selama 30 tahun terakhir.
Hal tersebut membuat peran penyuluh tidak optimal, serta penyuluhan yang
dilakukan kurang sesuai dengan filosofi penyuluhan. kapasitas penyuluh dan
kapasitas kelembagaanya kurang memadai sehingga perlu ditingkatkan, karena
kinerja penyuluhan rendah, serta kapasitas penyuluh lapangan rendah dan perlu
ditingkatkan oleh pihak-pihak pemangku kepentingan. Kegiatan penyuluhan
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas petani. Hal tersebut,
menuntut penyuluh untuk mampu meningkatkan kapasitas dirinya agar dapat
melaksanakan berbagai peran dengan baik. Jika kapasitas penyuluh rendah dampak
negatif yang ditimbulkan adalah perbaikan kesejahteraan dan peningkatan
kualitas SDM petani akan sulit untuk diwujudkan.
Rendahnya
kapasitas penyuluh akan berdampak pada kegiatan penyuluhan terutama pelaku
utama dan pelaku usaha sebagai pengguna jasa penyuluhan. Penyuluh harus
memiliki kapasitas yang tinggi agar mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Kapasitas didefinisikan sebagai kemampuan individu, organisasi atau sistem
untuk menjalankan secara tepat fungsifungsinya secara efektif, efisien dan
berkelanjutan. Kapasitas ini berhubungan dengan kinerja yang ditetapkan, dan
ketepatan dalam menjalankan fungsi dan tugas.
Kapasitas
yang tinggi harus dimiliki oleh seorang penyuluh. Oleh karena itu penyuluh
harus mampu meningkatkan kapasitas dalam menjalankan fungsi sistem penyuluhan
menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2006, meliputi: (1) memfasilitasi proses
pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha; (2)
mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber
informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan
usahanya; (3) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial dan kewirausahaan
pelaku utama dan pelaku usaha; (4) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam
menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing
tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (5) membantu
menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang
dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; (6) menumbuhkan
kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan;
dan (7) melembagakan nilainilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan
kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Tujuan
1.
Menganalisis
karakteristik indvidu penyuluh dan kapasitas penyuluh
2. Menganalisis hubungan kapasitas penyuluh
dengan kepuasan petani
Metodologi
Penelitian
ini merupakan penelitian eksplanatori untuk menerangkan keadaan suatu peristiwa
dan menjelaskan hubungan antar peristiwa dengan mendeskripsikan karakteristik
dari peristiwa tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
dilengkapi dengan datadata kualitatif. Proses pengumpulan data primer dilakukan
dengan wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Data sekunder
diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas Terkait, Bakorluh, BP4K dan BP3K,
berupa laporan dan profil yang dibutuhkan.
Pengukuran kapasitas penyuluh dilakukan dengan metode skoring. Penilaian
kapasitas penyuluh dilakukan berdasarkan tujuh indikator utama, yakni:
kemampuan memfasilitasi; kemampuan mengakses informasi, teknologi dan sumber
daya; kemampuan memimpin, manajerial, dan berwirausaha; kemampuan meningkatkan
organisasi; kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah; kemampuan
melestarikan lingkungan; serta kemampuan melembagakan nilai-nilai. Indikator
karakteristik penyuluh meliputi umur, tingkat pedidikan formal, tingkat
pendidikan non formal, lama kerja, tingkat motivasi dan tingkat kekosmopolitan
penyuluh.
Hasil
dan Pembahasan
1. Umur
Penyuluh
Hasil
penelitian mengindikasikan bahwa pada periode lima sampai dengan sepuluh tahun
ke depan sebagian besar penyuluh memasuki masa pensiun. sebagian besar penyuluh
PNS berada pada usia di atas 51 tahun. Jika dibandingkan dengan penyuluh PNS,
jumlah penyuluh THL yang berusia di atas 51 tahun tidal lebih dari 10 %. Jika
hal ini tidak segera diantipasi dari sekarang dengan mengangkat penyuluh baru
atau menambah jumlah penyuluh THL maka dimasa yang akan datang secara umum
Indonesia akan kehilangan banyak tenaga penyuluh.
2. Pendidikan
Formal
Hampir
50 persen penyuluh telah mengenyam pendidikan setingkat S1, hanya satu persen
diantaranya yang telah melanjutan ke jenjang pendidikan pasca sarjana (S2) dan
43 persen penyuluh telah mengenyam pendidikan setingkat S1. Terdapat perbedaaan
nyata tingkat pendidikan formal penyuluh PNS dan penyuluh THL. Tingkat
pendidikan formal yang dimiliki penyuluh dapat mempengaruhi kemampuan penyuluh
dalam menjalankan tugasnya. Masih besarnya penyuluh yang belum mengenyam
pendidikan tinggi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan pola pikirnya.
3. Pendidikan
Non Formal
Rata-rata
penyuluh THL mengikuti kegiatan pelatihan kurang dari dua hari dalam setahun,
sedangkan, rata-rata penyuluh PNS mengikuti pelatihan sampai enam hari dalam
setahun. Terdapat perbedaan yang sangat nyata antar penyuluh PNS dan penyuluh
THL dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Pendidikan nonformal yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi penyuluh dapat diberikan sebagai alternatif mengatasi
banyaknya inovasi pertanian yang terus berkembang. Pendidikan non formal dapat
dilakukan dengan mengikutsertakan penyuluh dalam berbagai pelatihan, dengan
begitu penyuluh akan selalu mendapatkan ha-hal berbeda tentang informasi dan
teknologi terbaru yang dibutuhkan petani.
4. Lama
Kerja
Rata-rata
pengalaman penyuluh THL dalam bekerja relative rendah (delapan tahun) jika
dibandingkan dengan pengalaman yang dimiliki penyuluh PNS, rata-rata lama kerja
penyuluh PNS adalah 22 tahun. Penyuluh
THL memiliki kecenderungan masih muda dan pengalaman yang rendah sedangkan
penyuluh PNS memiliki pengalaman yang sangat tinggi dalam melakukan kegiatan
penyuluhan.Pengalaman penyuluh dapat dijadikan sebagai pengetahuan atau
pelajaran untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
5. Motivasi
Motivasi
penyuluh dalam bekerja sudah cukup baik, serta tidak ada perbedaan yang nyata antara
penyuluh PNS dan penyuluh THL terkait motivasi dalam bekerja. Penyuluh PNS
maupun penyuluh THL sudah memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan
tugasnya. Motivasi yang baik tersuntuk bekerja akan mempengaruhi perilaku
penyuluh dalam mencapai tujuan organisasi. Motivasi penyuluh dalam bekerja
sudah tinggi dan ini merupakan bekal yang baik dalam melaksanakan kegiatan
penyuluhan
6. Kekosmopolitan
Tingkat
kekosmopolitan penyuluh PNS termasuk dalam klasifikasi sangat rendah, sebagian
besar (> 50 persen) penyuluh jarang keluar dari sistem sosialnya untuk
mencari informasi terkait dengan kinerjanya. Rendahnya tingkat kekosmopolitan
penyuluh berbanding lurus dengan usia penyuluh PNS yang sebagian besar di atas
51 tahun. Hal tersebut berbeda dengan kondisi penyuluh THL/kontrak, tingkat
kekosmopolitan penyuluh THL cenderung tinggi.
Kesimpulan
Penyuluh PNS
sebagian besar berusia di atas 50 tahun, tingkat pendidikan formal cukup
tinggi, memiliki pengalaman kerja yang lama, memiliki motivasi yang baik dalam
bekerja dan cenderung lokalit dalam mencari informasi pertanian. Sebaliknya
penyuluh THL sebagian besar berusia muda, sangat kurang mendapat pelatihan,
tingkat pendidikan formal lebih rendah dibandingkan penyuluh PNS, pengalaman
kerja lebih rendah, namum memiliki motivasi kerja yang baik dan cenderung
kosmopolit dalam mencari informasi untuk mendukung kinerjanya. Kepuasan petani terhadap kegiatan
penyuluhan rendah, baik terhadap kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh
penyuluh PNS maupun kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh THL tidak
jauh berbeda
Nama : Esther Nuraini
ReplyDeleteNIM :17/414737/PN/15318
GOL/KEL : B1/4
NO : 26
A. Nilai Penyuluhan
1) Adanya Sumber Teknologi atau Ide : Peningkatan kemampuan penyuluh dalam memfasilitasi kebutuhan petani.
2) Adanya Sasaran :
• sasaran langsung : penyuluh (PNS maupun THL)
• Sasaran tidak langsung : petani, pemerintah.
3) Adanya Manfaat : memberikan informasi tentang karakteristik individu penyuluh dan hubungan antara kapasitas penyuluh dengan kepuasan petani pada daerah Lampung yang masih rendah karena belum terpenuhi standar acuan yang ditetapkan undang - undang.
4) Adanya Nilai Pendidikan : Pemenuhan fasilitas kebutuhan petani dengan memperbanyak informasi tentang komoditas pertanian dan melakukan penyuluhan sesuai dengan ketetapan undang – undang.
B. Nilai Berita
1) Timeline : Menganalisis karakteristik indvidu penyuluh dan kapasitas penyuluh serta menganalisis hubungan kapasitas penyuluh dengan kepuasan petani.
2) Proximity : hubungan yang sangat nyata antara tingkat kapasitas penyuluh dengan tingkat kepuasan petani. Tingkat kepuasan petani terhadap kegiatan penyuluhan masih rendah, sehingga kapasitas penyuluh sangat penting untuk ditingkatkan
3) Importance : nformasi tentang harga komoditas pertanian
4) Policy : penyuluh harus mampu meningkatkan kapasitas dalam menjalankan fungsi sistem penyuluhan menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2006.
5) Consequence : Sejalan dengan hilangnya kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten dan provinsi berarti melemahnya kapasitas penyuluh berdampak nyata pada melemahnya kepuasan petani.
6) Conflict : Kepuasan petani atas kegiatan penyuluhan masih rendah, dikarenakan kualitas dan intensitas penyuluhan rendah.
7) Development : Kegiatan penyuluhan kurang optimal dan membutuhkan upaya peningkatan kapasitas penyuluh, sehingga mampu mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan penyuluhan dengan baik.
8) Human Interest : Tingkat kapasitas penyuluh pertanian di Provinsi Lampung kurang memenuhi standar acuan yang ditetapkan dalam undang-undang. Penyuluh kurang optimal dalam menjalankan peran dan fungsinya berdasarkan UU No.16 tahun 2006.